SENSORY INTEGRATION

SENSORY INTEGRATION

Terapi Sensori Integrasi (“SI”) sebagai salah satu bentuk Terapi Okupasi dan treatment pada Anak Berkebutuhan Khusus yang juga seringkali digunakan sebagai cara untuk melakukan upaya perbaikan, baik untuk perbaikan gangguan perkembangan atau tumbuh kembang atau gangguan belajar, gangguan interaksi sosial, maupun perilaku lainnya. Sensori Integrasi merupakan suatu proses mengenal, mengubah, membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “Perilaku Adaptif Bertujuan”.

Terapi Sensori Integrasi menekankan stimulasi pada tiga indra utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera pengelihatan dan pendengaran, namun sistem ini sangat penting karena membantu interpretasi dan respon anak terhadap lingkungan.

Sistem Taktil

Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi Taktil yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respon menarik diri saat disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu.

Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi irritable. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah atau menggigit benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya.

Sistem Vestibular

Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Tanda anak yang hipersensitif terhadap stimulasi vestibular mempunyai respon fight atau flight antara lain: anak takut atau lari dari orang lain,anak bereaksi takut terhadap gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil.

Sistem Proprioseptif

Sistem Proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon dan ligamen yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Contoh dari sistem ini adalah gerakan motorik halus, antara lain menulis, mengangkat sendok dan mengancingkan baju. Hipersensitif terhadap sistem propioseptif menyebabkan berkurangnya kemampuan menginterpretasikan umpan balik/feed back dari setiap gerakan dan tingkat kewaspadaan yang relative rendah. Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit atau membentur benturkan kepala.

GANGGUAN PROSES SENSORI

Sensor Integrasi (“SI”) terjadi akibat pengaruh input sensori, antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif. Proses ini berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan respon adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya ketrampilan yang lebih kompleks, seperti bahasa, pengendalian emosi, dan berhitung. Gangguan dalam pemrosesan sensori ini dapat menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan yang dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi. Prevalens gangguan proses sensori makin kecil peluangnya pada anak tanpa cacat 5% sampai 10%, tetapi makin besar peluang terjadi prevalens pada anak dengan kecacatan 40% hingga 88%.

Pada keadaan gangguan proses sensori, input sensori dari lingkungan dan internal tubuh bekerja secara masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Tahapan proses sensori meliputi pengenalan, orientasi, interpretasi dan organisasi. Konsep progresi perkembangan, sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan menguasai input sensori yang dialami. Mispersepsi dapat menimbulkan berbagai gangguan perkembangan dan perilaku.

Gangguan pemrosesan sensori terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

  1. Sensory Modulation Disorder (SMD). Pada SMD anak mengalami kesulitan merespon input sensori sehingga memberikan respon perilaku yang tidak sesuai. Sensory Modulation Disorder terbagi menjadi tiga subtipe, yaitu:
    – Sensory Over-responive (SOR), respon terhadap sensasi lebih cepat, intens dan lebih lama dari sewajarnya.
    – Sensory Under-responive (SUR), kurang respon/tidak memperhatikan rangsangan sensori dari lingkungan. Menyebabkan apatis atau tidak
    memiliki dorongan untuk memulai sosialisasi dan eksplorasi.
    – Sensory Seeking/Craving (SS), seringkali merasa tidak puas dengan rangsangan sensori, cenderung mencari aktivitas yang sensasional.
  2. Sensory-Based Motor Disorder (SBMD). Pada SBMD, anak memiliki gerakan postural yang buruk. Pada disfungsi ini anak mengalami kesalahan dalam menginterpretasikan input sensori yang berasal dari sistem proprioseptif dan vestibular. SBMD mempunyai dua subtipe, yaitu:
    – Dyspraxia, anak memiliki gangguan dalam menerima dan melakukan perilaku baru juga memiliki koordinasi yang buruk pada ranah oromotor, motorik kasar dan halus.
    – Postural Disorder, anak mengalami kesulitan untuk menstabilkan tubuh saat bergerak maupun beristirahat. Anak dengan gangguan postural biasanya tampak lemah, mudah lelah, dan cenderung tidak menggunakan tangan yang dominan.
  3. Sensory Discrimination Disorder (SDD), pada sensory ini anak mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan kualitas rangsangan sehingga tidak dapat membedakan sensasi yang serupa. SDD pada sistem visual dan auditory dapat menyebabkan gangguan bahasa dan belajar, sedangkan SDD pada sistem taktil, proprioseptif dan vestibular menyebabkan gangguan kemampuan motorik.

EFEKTIVITAS TERAPI SENSORI INTEGRASI

Terapi Sensori Integrasi memperlihatkan adanya manfaat untuk anak dengan retardasi mental ringan, autisme, dan gangguan proses sensori. Meskipun dalam beberapa literatur, efektivitas Terapi Sensori Integrasi dinyatakan tidak lebih baik daripada terapi alternatif, akan tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa efektivitas Terapi Sensori Integrasi dinilai memuaskan pada anak-anak dengan kondisi retardasi mental ringan dan Autism Spectrum Disorder dalam mengoptimalkan pemrosesan sensori dan respon motorik. Penelitian juga menunjukkan Terapi Sensori Integrasi ini juga efektif pada anak ADHD dalam mengurangi kesulitan pada gangguan Sensory Motor Disorder (SMD). Terapi Sensori Integrasi banyak digunakan untuk tata laksana anak dengan gangguan perkembangan, belajar, maupun perilaku.

Terapi Sensori Integrasi umumnya dilakukan dengan pola permainan, namun bukan permainan sembarangan, karena di dalam permainan tersebut terdapat trik-trik khusus untuk melatih anak yang berguna untuk meningkatkan daya kepekaan pada anak. Dalam Terapi Sensori Integrasi terdapat banyak metode di setiap permainan yang berguna dalam pembentukan karakter anak. Terapi Sensori Integrasi juga dapat dilakukan dengan media air di kolam renang (Terapi Sensori Akuatik).

Sebelum orang-orang mengenal apa itu Terapi Sensori Integrasi, banyak orang tua yang membawa anaknya ke Klinik Tumbuh Kembang Anak atau Pusat Terapi untuk memberikan terapi mengeluh dan memprotes tentang metode yang diberikan para Terapis kepada anaknya, karena orang tua menganggap bahwa anak-anak mereka hanya diajak bermain saja, padahal kenyataannya memang seperti itulah cara Terapis memberikan Terapi Sensori Integrasi yang mana di dalam permainan yang diberikan terdapat banyak metode untuk meningkatkan konsentrasi dan kepekaan anak.

Contoh permainan yang seringkali diberikan Terapis antara lain: mencocokan gambar puzzle, berjalan di atas garis atau balok titian dan menyamakan warna. Permainan tersebut berguna untuk melatih daya konsentrasi anak, penglihatan anak dan motorik pada anak. Orang Tua tidak perlu merasa cemas dengan proses terapi yang diberikan oleh Terapis, karena memang seperti itu metode yang dapat diterapkan pada anak untuk melatih tingkat kepekaannya. Berbagai jenis gangguan termasuk gangguan Sensori Integrasi apabila diatasi sejak dini maka dampak positifnya pada anak akan semakin cepat dan hasilnya semakin maksimal.